Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau yang biasa disebut penyakit demam berdarah masih menjadi sesuatu yang ditakuti hampir seluruh kalangan masyarakat indonesia. penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus ini harus diwaspadai, utamanya dimusim hujan seperti sekarang ini. Genangan sisa air hujan yang dibiarkan dapat menjadi sarang nyamuk untuk berkembang biak. Penyakit yang telah memakan ratusan ribu masyarakat Indonesia ini tidak hanya perlu diwaspadai dimusim penghujan saja, akan tetapi dimusim kemarau juga.
Gigitan nyamuk yang memiliki ciri corak garis hitam putih pada tubuhnya serta garis putih keperakan yang menutupi tungkai dan tubuhnya ini memiliki gejala awal tak hanya munculnya bintik merah di kulit, akan tetapi banyak gejala yang harus diperhatikan seperti rasa nyeri pada otot, kepala, perut dan tulang, mual disertai muntah, mimisan, juga tubuh terasa menggigil. Di awal fase inkubasi, umumnya tubuh mengalami kenaikan serta penurunan suhu tubuh secara drastis hingga 41 derajat celcius.
Mengerikan sekali bukan, gejala yang ditimbulkan oleh virus dengue ini, tapi tidak perlu khawatir! banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghindari dan mencegah penularan penyakit demam berdarah. Salah satunya adalah kegiatan abatenisasi seperti yang dilaksanakan kader kesehatan anggota Saka Bakti Husada Kabupaten sampang setiap 3 bulan sekali. Kegiatan ini diprioritaskan pada daerah dengan persentase tinggi terdampak demam berdarah. Karena ketika ada seorang anggota keluarga pada sebuah rumah terjangkit DBD, maka kawasan 100 meter dari rumah pasien tersebut dalam proses pengawasan dan besar kemungkinan tertular virus ini.
Kegiatan abatenisasi ini sangat menyenangkan untuk dilakukan. Cukup dengan membentuk kelompok yang beranggotakan 3 – 5 orang untuk tiap daerah, kegiatan ini dapat berjalan sesuai dengan apa yang diekspektasikan. Persiapan sebelum berangkat abatenisasi harus lengkap. Senter untuk memantau jentik nyamuk yang banyak terdapat di sisi pinggir bak mandi, jarum untuk menusuk plastik bungkus bubuk abate, topi lapangan agar tidak kepanasan selama perjalanan harus dipersiapkan dengan baik. Selain pemberian bubuk abate atau larvasida, kami juga memberikan edukasi mengenai penularan penyakit demam berdarah, dan langsung terjun menjadi juru pemantau jentik untuk mengetahui seberapa besar persentase dampak penularan nyamuk demam berdarah pada daerah tersebut yang hasilnya akan dilaporkan kepada puskesmas terkait agar pencegahan dilakukan secara tepat dan cepat.
Berbagai perlakuan dan respon masyarakat saat kegiatan abatenisasi sangatlah beragam. Sesekali beberapa rumah menolak untuk diberikan bubuk abate dalam bak mandinya dengan alasan khawatir berbahaya pada kulit mereka, beberapa juga menolak karena tidak mau mengeluarkan budget. Setelah kami jelaskan bahwa bubuk ini tidak berbahaya pada kulit juga gratis karena benda tersebut merupakan bantuan dari puskesmas dan dinas kesehatan setempat, mereka pun mengijinkan pemberian larvasida pada bak mandi. Tak ingin merugikan masyarakat, penampungan air minum serta bak mandi yang dihuni ikan didalamnya tidak perlu diberikan bubuk abate.
Sebagai Kader Kesehatan Saka Bakti Husada banyak hal yang harus dilakukan selain kegiatan abatenisasi khususnya dimusim hujan. Bergotong royong membersihkan kawasan yang rentan terjangkit penyakit demam berdarah, melakukan edukasi kepada masyarakat setempat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, kami pun sembari memberikan garam beryodium untuk mengingatkan masyarakat tentang gizi seimbang pada makanan yang mereka konsumsi. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Begitulah kami.
Dengan demikian, kader kesehatan haruslah menjadi role model bagi keluarga dan lingkungan sekitar untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat, juga 3M plus. Menguras serta menutup penampungan air, mendaur ulang barang bekas, plus mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk. Mari bersama membasmi penyakit deman berdarah dengue!